"Presiden Direktur KHYI, Dwi Indrotito Cahyono (tengah), saat menyampaikan pandangan hukum terkait kebebasan berekspresi dalam acara Harmoni Lintas Agama dan Budaya di Kabupaten Malang."
detikterkini.id -- MALANG – Presiden Direktur Kantor Hukum Yustitia Indonesia (KHYI), Dwi Indrotito Cahyono, SH, MM, kembali menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan antara kebebasan berpendapat dan tanggung jawab sosial. Pesan tersebut ia sampaikan saat menghadiri acara Harmoni Lintas Agama dan Budaya di Pendopo Tegal Guru Bakti, Desa Mangliawan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, Kamis (4/9/2025).Menurut pria yang akrab disapa Sam Tito itu, kebebasan berekspresi adalah hak konstitusional warga negara yang dijamin oleh Undang-Undang. Namun, ia mengingatkan bahwa kebebasan tersebut tidaklah bersifat mutlak.
“Konstitusi memberikan ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat. Tetapi kebebasan ini tetap harus dibatasi oleh aturan hukum agar tidak melanggar hak orang lain dan mengganggu ketertiban umum,” jelas Ketua Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Officium Nobile Malang Raya tersebut.
Sam Tito mencontohkan, pengaturan soal kebebasan menyampaikan pendapat telah dituangkan dalam UU No. 9 Tahun 1998 serta Pasal 28J UUD 1945. Pasal itu secara tegas mengatur batasan pelaksanaan hak asasi agar tetap selaras dengan kepentingan bersama.
Di hadapan peserta, ia juga mengingatkan bahaya provokasi yang bisa menyeret masyarakat pada tindakan anarkis. “Jangan sampai niat baik kita untuk memperjuangkan demokrasi justru berubah menjadi kerusuhan yang merugikan diri sendiri maupun orang lain. Kita hidup di negara hukum, bukan negara yang bebas tanpa aturan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Sam Tito menguraikan sejumlah pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengancam pelaku pengerusakan, kekerasan, maupun penjarahan, di antaranya:
- Pasal 406 KUHP: tentang perusakan barang milik orang lain, dengan ancaman pidana penjara hingga 2 tahun 8 bulan.
- Pasal 170 KUHP: tentang kekerasan di muka umum yang menyebabkan kerusakan, dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun 6 bulan.
- Pasal 187 KUHP: tentang pembakaran atau penghancuran barang, dengan ancaman pidana hingga 12 tahun.
- Pasal 362 dan 363 KUHP: tentang pencurian dan pencurian dengan pemberatan, termasuk penjarahan, dengan ancaman pidana penjara hingga 9 tahun.
“Pasal-pasal ini dibuat bukan untuk membatasi, melainkan untuk melindungi hak milik serta menjaga keamanan masyarakat,” imbuhnya.
Di akhir paparannya, ia mengajak seluruh lapisan masyarakat agar menjaga persatuan dan situasi tetap kondusif.
“Perbedaan pendapat adalah hal yang wajar, namun mari kita salurkan dengan cara yang santun, damai, dan bertanggung jawab,” tutupnya. (Anggah)