![]() |
Para tergugat hadir dalam sidang sengketa lingkungan hidup di PN Tulungagung, kasus dugaan tambang ilegal dan kerusakan lingkungan memasuki babak mediasi. |
Pokok perkara menyangkut dugaan aktivitas pertambangan mineral dan batubara (minerba) di wilayah setempat, serta pemanfaatan hasil tambang untuk pengurukan tanah perluasan showroom mobil milik Kacunk Motor. Aktivitas ini diduga menyalahi tata kelola pemanfaatan sumber daya alam dan menimbulkan kerugian lingkungan.
Pada persidangan kali ini, Hariyanto selaku penggugat tidak dapat hadir karena sakit, dan memberi kuasa penuh kepada tim kuasa hukum dari Kantor Hukum Yustitia Indonesia.
Sementara itu, Kacunk hadir bersama kedua istrinya, tim pengacara, serta sejumlah simpatisan. Kehadiran mereka menjadi sorotan publik mengingat kasus ini menyedot perhatian masyarakat luas. Meski begitu, usai sidang Kacunk enggan memberi keterangan kepada awak media.
Helmi Rizal, anggota tim advokasi LGI, menjelaskan bahwa majelis hakim memutuskan sidang memasuki tahap mediasi selama 30 hari ke depan.
“Namun, apabila mediasi tidak menghasilkan titik temu, kami tetap akan menuntut dengan pasal-pasal yang telah disiapkan, yaitu Pasal 158 dan Pasal 161 UU Minerba, yang berkaitan dengan pemanfaatan, pengelolaan, serta transaksi hasil tambang,” tegas Helmi.
Selain itu, pihak penggugat juga meminta PN Tulungagung melakukan peninjauan lapangan (descente) di lokasi perkara agar putusan tidak semata berdasar dokumen, tetapi juga fakta empiris.
Hendro Blangkon, S.H., M.Kn., kuasa hukum LGI, menegaskan bahwa gugatan ini melibatkan tiga individu dan satu badan usaha, yakni dua kepala desa, Kacunk, dan Kacunk Motor.
“Kalau mencermati perbuatan hukum yang dilakukan Kacunk Motor, maka masyarakat berkewajiban ikut serta dalam pengawasan dan pelaporan. Landasan konstitusional kami jelas, yaitu Pasal 28H dan Pasal 33 UUD 1945, yang menjamin hak atas lingkungan sehat serta penguasaan sumber daya alam oleh negara untuk kemakmuran rakyat,” jelas Hendro.
Sementara itu, Irawan Sukma, S.H., juga kuasa hukum penggugat, menekankan pentingnya proses mediasi dalam perkara perdata.
“Mediasi ini wajib ditempuh sebelum pemeriksaan pokok perkara. Klien kami berhalangan hadir karena sakit, sehingga kami yang menyampaikan langsung di depan Hakim Mediator, Bapak Eri. Dari empat pihak tergugat, tiga hadir bersama kuasa hukumnya, sedangkan tergugat keempat sudah dua kali dipanggil namun tidak hadir,” ungkapnya.
Majelis hakim menegaskan pentingnya proses mediasi sebagai upaya penyelesaian damai. Namun pihak penggugat menegaskan akan tetap memperjuangkan keadilan lingkungan melalui jalur hukum, baik perdata maupun pidana, apabila mediasi tidak mencapai kesepakatan.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena menyangkut dugaan praktik tambang ilegal, penyalahgunaan tata kelola lahan, dan potensi kerusakan lingkungan yang berdampak langsung pada masyarakat sekitar.(Red)