Malang -- Detikterkini.id -- Kesaktian Pancasila bukan sekadar peringatan, tapi pengingat akan darah dan nyawa para pahlawan yang rela gugur demi Indonesia merdeka. Mereka tidak sekadar bicara, tapi berjuang dengan jiwa dan raga. Mereka tidak hanya mendengar jeritan rakyat, tapi benar-benar melihat dan melangkah untuk menghentikannya.
Ironisnya, di tengah sakralnya peringatan ini, kita justru melihat lahirnya oknum-oknum tokoh-tokoh dari organisasi besar yang dahulu mengusung idealisme nasionalisme, pancasilais, agamis, kerakyatan, namun kini tersesat dalam pusaran kepentingan pribadi.
Mereka lahir dari rahim perjuangan, tapi memilih hidup nyaman di pangkuan kekuasaan. Mereka bukan lagi pelanjut semangat pahlawan, melainkan bayangan yang memperjualbelikan nama besar organisasinya untuk kepentingan diri dan kelompok kecil.
Pancasila mengajarkan kejujuran, keadilan, dan keberanian membela kebenaran. Tapi yang terlihat hari ini justru sebaliknya: langkah jauh tapi penuh kebusukan, wajah bersih tapi tangan kotor, pandai berorasi tapi tuli terhadap jeritan rakyat.
Negeri ini memang penuh orang pintar, tapi sangat miskin orang bertanggung jawab. Banyak yang hebat berkata-kata, tapi sedikit yang benar-benar menanggung risiko membela wong cilik. Rakyat selalu dipaksa menelan pahitnya kebijakan yang hanya menguntungkan para berdasi, sementara si kecil disingkirkan, dijerat, bahkan diperas atas nama aturan.
Kesaktian Pancasila hari ini seolah dilukai oleh “rayap-rayap bangsa” yang lahap menggerogoti tanah subur negeri ini, dibantu tikus-tikus yang justru dilindungi oleh kekuasaan. Dan tragisnya, di negeri yang katanya ber-Tuhan, justru para “tuan” itu yang berkuasa: tuan tikus, tuan rayap, tuan yang hidup dari penderitaan rakyat kecil.
Inilah saatnya, di Hari Kesaktian Pancasila, untuk menelanjangi mereka yang pernah lahir dari organisasi besar, tapi kini kehilangan nurani. Sebab Pancasila bukan sekadar slogan, tapi sikap hidup. Dan pengkhianatan terbesar adalah ketika nilai Pancasila dijadikan alat pencitraan, sementara rakyat terus ditindas dan dipinggirkan.