Kali ini, Kepala Desa Bantur, Nanang kosim, memberikan klarifikasi penting terkait keluhan warga yang merasa tidak mendapatkan keadilan dalam proses ganti rugi.
Nanang menegaskan bahwa dirinya sejak awal selalu berada di sisi masyarakat, khususnya para pemilik tanah dan bangunan yang terdampak langsung proyek strategis nasional tersebut.
Salah satu kasus yang mencuat adalah rumah milik Rusdi, warga Desa Bantur, yang terkena garis pelebaran jalan.
“Saya sudah sampaikan keluhan warga, termasuk Rusdi, kepada Pemerintah Kabupaten Malang. Intinya, warga tidak menolak pelebaran jalan, tapi mereka berharap hak ganti ruginya diberikan sesuai dengan kondisi riil, bukan sekadar hasil hitungan appraisal yang dirasa tidak sebanding,” ujar Nanang kepada awak media DerapHukumPos dan DetikTerkini.id, Senin (22/09).
Rusdi, pemilik rumah dua lantai lengkap dengan kolam renang dan lahan sisa di bagian depan, mengaku sudah berjuang hingga ke ranah pengadilan untuk menuntut keadilan. Namun, hasilnya tetap mengecewakan karena ganti rugi yang ditetapkan dianggap tidak sesuai.
Menurut Rusdi, appraisal melakukan penghitungan dengan tiga kotak ukuran berbeda terhadap tanah dan bangunannya, yang berujung pada tiga nilai ganti rugi berbeda pula. Kondisi ini membuat dirinya merasa dirugikan.
“Saya tidak keberatan rumah saya dibongkar demi kepentingan umum, demi jalur Gondanglegi–Sendang Biru bisa terealisasi. Tapi kalau ganti rugi hanya sekitar Rp300 jutaan, itu sama sekali tidak cukup. Membangun rumah dua tingkat seperti yang saya miliki jelas butuh biaya jauh lebih besar. Saya justru jadi menanggung beban, padahal proyek ini uang negara,” jelas Rusdi.
Rusdi menambahkan, dirinya tidak ingin menghambat pembangunan, tetapi ia menolak bila rakyat kecil harus menutupi kerugian demi kepentingan umum jangka panjang.
Nanang Roni menegaskan, pihak desa tidak tinggal diam dan terus mengawal aspirasi masyarakatnya. Ia menolak anggapan bahwa desa lalai dalam memperjuangkan hak-hak warga.
“Saya sudah beberapa kali koordinasi dengan Pemkab Malang, bahkan mendorong agar proses penilaian ulang dilakukan dengan transparan. Warga jangan diposisikan seolah menghambat pembangunan, karena yang mereka tuntut hanya keadilan dan kepastian hak,” tegas Nanang.
Kasus yang dialami Pak Rusdi menjadi gambaran bagaimana proyek pembangunan berskala besar kerap menyisakan persoalan pelik di tingkat masyarakat.
Kepala Desa Bantur bersama warganya kini berada pada posisi yang sama: mendukung pembangunan Jalur Lintas Selatan, tetapi tetap menuntut keadilan dalam ganti rugi.(Red)